Opini

MENINGKATKAN KUALITAS DAFTAR PEMILIH MELALUI COKLIT

          Salah satu prinsip dan prasyarat untuk terselenggaranya pemilu/pemilihan yang demokratis adalah warga negara terdaftar sebagai pemilih tanpa diskriminasi dalam artian luas hal tersebut disampaikan oleh Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari dalam kata sambutan buku kerja pantarlih pemilu tahun 2024.           Daftar pemilih menjadi bagian tahapan pemilu yang sangat krusial karena menjadi penentu tahapan pemilu yang lainya. Daftar pemilih menjadi penentu kebutuhan surat suara yang harus dicetak, berpengaruh terhadap tahapan pengadaan logistik, berpengaruh terhadap tahapan pemungutan dan penghitungan suara, berpengaruh terhadap perhitungan suara, dan berpengaruh juga terhadap tingkat partisipasi pemilih.            Pasal 1 ayat (25) PKPU  7 Tahun 2022 tentang Penyusunan Daftar Pemilih Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Sistem Informasi Data Pemilih menyebutkan bahwa Daftar Pemilih adalah data Pemilih yang disusun oleh KPU Kabupaten/Kota berdasarkan hasil penyandingan Data Pemilih Tetap (DPT) Pemilu atau Pemilihan terakhir yang dimutakhirkan secara berkelanjutan dengan DP4 untuk selanjutnya dijadikan bahan dalam melakukan pemutakhiran. Sedangkan di Pasal 1 ayat (24) menyebutkan bahwa Pemutakhiran Data Pemilih adalah kegiatan untuk memperbaharui data Pemilih berdasarkan DPT dari Pemilu dan Pemilihan terakhir, serta DPTLN yang disandingkan dengan DP4 serta dilakukan pencocokan dan penelitian yang dilaksanakan oleh KPU Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh PPK, PPLN, PPS, dan Pantarlih.             Momentum awal perbaikan daftar pemilih dapat ditentukan oleh seberapa baik pencocokan dan penelitian (coklit) yang dilakukan oleh Pantarlih dari tanggal 12 Februari 2023 sampai 14 Maret 2023. Coklit yang baik setidaknya harus memenuhi dua kriteria, diantaranya;           Pertama, Coklit yang dilakukan pantarlih dilakukan dengan mendatangi langsung kepada para pemilih yang tercantum pada formulir A. Daftar Pemilih. Dengan bertemu langsung, pantarlih dapat meneliti kesesuaian antara data yang dimiliki oleh KPU dengan data KTP-El/ Kartu Keluarga pemilih. Memberikan tanda centang bagi pemilih yang sesuai/benar datanya. Menghapus pemilih yang tidak lagi memenuhi syarat (TMS) dan mencatat pemilih yang seharusnya masuk daftar pemilih namun belum masuk pada formulir A.Daftar Pemilih. Syarat untuk dapat didaftarkan sebagai pemilih yang telah diatur dalam Pasal 4 PKPU 7 Tahun 2022 yang menyebutkan bahwa WNI dapat terdaftar sebagai Pemilih, harus memenuhi syarat: a)    genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih pada hari pemungutan suara, sudah kawin, atau sudah pernah kawin;  b)    tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;  c)    berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibuktikan dengan KTP-el;  d)    berdomisili di luar negeri yang dibuktikan dengan KTP-el, Paspor dan/atau Surat Perjalanan Laksana Paspor;  e)    dalam hal Pemilih belum mempunyai KTP-el sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan huruf d, dapat menggunakan Kartu Keluarga; dan  f)    tidak sedang menjadi prajurit Tentara Nasional Indonesia atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia”.            Kedua, Coklit yang dilakukan oleh Pantarlih melibatkan pemangku wilayah disekitar TPS  wilayah kerjanya. Coklit yang dilakukan Pantarlih tidak terlepas dari berbagai permasalah – permasalahan yang terjadi dilapangan. Memasuki 10 hari yang pertama semenjak pelaksanaan coklit, banyak petugas Pantarlih yang menemukan berbagai kasus. diantaranya yaitu ; a)    Pemilih yang secara administrasi sudah pindah domisili namun secara admistrasi kependudukan belum melakukan perubahan administrasi kependudukan. Permasalahan ini banyak dibeberapa tempat, hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap coklit yang dilakukan Pantarlih. Apabila yang bersangkutan tidak mau mengurus sampai batas waktu penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dimungkinkan ia akan tetap didaftarkan sesuai alamat asalnya sehingga apabila pindah domisilinya jauh dari tempat asal, akan mempersulit untuk menggunakan hak pilihnya.  b)    pemilih menikah yang secara administrasi kependudukan seharusnya pisah Kartu Keluarga (KK) namun belum mengurus pemisahan Kartu Keluarga. Sama dengan kasus pindah domisili diatas, apabila pernikahan yang bersangkutan tinggal bersama suami/istri yang letaknya jauh dengan yang bersangkutan maka akan mempersulit pemilih dalam menggunakan hak pilihnya nanti.  c)    cuaca ekstrim, medan geografis yang sulit dibeberapa tempat berpotensi terjadi kecelakaan kerja. Menjadi pantarlih tidak hanya bergelut dengan data pemilih saja, namun lebih dari itu Pantarlih harus berupaya menerjang gelombang banjir, mendaki jalan terjal, melewati lembah, diganggu oleh binatang buas seperti ular, anjing dan lain sebagainya untuk sampai kerumah pemilih. Dan masih banyak permasalahan -permasalahan yang lainya. Koordinasi dengan pemangku wilayah akan memperingan kerja-kerja Pantarlih.           Pantarlih jadi tulang punggung KPU dalam penyusunan daftar pemilih. Baik buruknya daftar pemilih diawali dengan cara pantarlih bekerja mencoklit. Masyarakat juga perlu memberikan dukungan kepada Pantarlih dengan menyediakan KTP-Elektronik/Kartu Keluarga saat didatangi Pantarlih. Memberikan informasi yang benar, ikut mengecek secara aktif di cekdptonline.kpu.go.id. Berharap Pantarlih mencoklit dengan sebaik-baiknya sehingga kualitas daftar pemilih pemilu 2024 dapat lebih baik dari pemilu sebelumnya   Oleh : Dwi Prasetyo Anggota KPU Kabupaten Wonogiri Devisi Perencanaan Data dan Informasi

Parameter Integritas Dalam Meraih Kepercayaan Publik

A. Intergitas dan Kepercayaan Publik  Parameter merupakan tolok ukur komponen yang berguna dalam mengidentifikasi suatu sistem atau objek. Parameter integritas penyelenggara pemilu telah diatur dalam kode etik penyelenggara pemilu yang menjadi pedoman bagi seluruh penyelenggara dalam melaksanakan tugas, kewajiban dan wewenangnya. Lembaga penegak kode etik Pemilu adalah DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu). Namun untuk pelanggaran kode etik di badan ad hoc (penyelenggara yang bersifat kepanitiaan) dapat diselesaikan di tingkat KPU kabupaten/kota atau di Bawaslu kabupaten/kota. Setiap penyelenggara pemilu memegang teguh prinsip moral dan etika dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam menyelengarakan pemilu.  Muara dari integritas penyelenggara pemilu melahirkan wibawa kelembagaan dan kepercayaan publik (public trust) sebagai elemen utama yang mendasari legalitas administrasi publik. Terlebih lagi KPU berkewajiban untuk melayani peserta pemilu dan masyarakat pemilih dengan mengedepankan prinsip penyelenggaraan Pemilu yaitu mandiri dan adil. Kedua prinsip tersebut menjadikan kepercayaan publik sebagai indikator dan parameter. Tanpa kepercayaan publik, berbagai kebijakan yang diambil akan menemui masalah-masalah yang serius. Kepercayaan publik yang baik dan berkomitmen terhadap seluruh proses penyelenggaraan akan memungkinkan administrator publik untuk mendapatkan penilaian yang baik, yang diperlukan dalam proses-proses kerja KPU. Selain itu, dalam sukseksi kepemimpinan, integritas harus dimiliki semua pihak yang terlibat dalam proses penyelenggaran pemilu. Integritas tidak hanya harus dimiliki oleh penyelenggara, melainkan peserta pemilu dan masyarakat pemilih. Hal ini menjadi kunci sukses pelaksanaan pemilu.  Integritas merupakan satu hal yang sangat penting untuk menjadi dasar perilaku setiap penyelenggara pemilu. Turunan paling sederhana dari integritas adalah prinsip akuntabel. Akuntabilitas merupakan suatu bentuk prinsip yang mengajarkan mengenai transparansi kinerja serta pertanggungjawaban atas tugas maupun kewajiban yang dibebankan kepadanya. Pengadministrasian yang akuntabel dapat menjadi contoh kerja-kerja berintegritas penyelenggara pemilu. Tindakan ini menjadi suatu pilar penting untuk kemajuan organisasi mengingat bahwa dalam suatu lembaga, para pemangku kepentingan telah mempercayakan pelayanan terlaksananya hak-hak mereka dikelola oleh para penyelengara Pemilu.         B. Etika dan Penerapannya oleh Penyelenggara Pemilu Etika adalah refleksi kritis, metodis, dan sistematis tentang tingkah laku manusia yang berkaitan dengan norma-norma atau tentang tingkah laku manusia dari sudut kebaikannya. Etika juga merupakan cabang dari ilmu filsafat yang melakukan kajian kritis tentang moralitas, yaitu kebaikan atau keburukan, tindakan-tindakan manusia. Etika berkaitan dengan nilai-nilai dan kepercayaan yang sangat penting bagi individu maupun masyarakat. Hal yang dibicarakan dan dianalisis dalam etika, adalah tema-tema sentral mengenai hati nurani, kebebasan, tanggung jawab, norma, hak dan kewajiban, serta nilai-nilai kebaikan. Pengertian etika dirumuskan sebagai nilai-nilai dan norma-norma moral yang dipegang oleh para penyelenggara pemilu dalam lingkungan kerja dan masyarakat untuk mengatur tingkah lakunya, yang bertujuan untuk menciptakan hubungan antar manusia dalam masyarakat secara harmonis, dan oleh sebab itu etika selalu menuntun orang agar bersungguh-sungguh menjadi baik, agar memiliki sikap etis atau sesuai perilaku yang disepakati secara umum.   Terkait dengan Kode Etik Penyelenggara Pemilu, dapat diartikan sebagai satu kesatuan landasan norma moral, etis dan filosofis yang menjadi pedoman bagi perilaku penyelenggara pemilihan umum yang diwajibkan, dilarang, patut atau tidak patut dilakukan dalam semua tindakan dan ucapan. Adapun tujuan kode etik ini adalah untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas Penyelenggara Pemilu, yang sesuai dengan Prinsip Penyelenggaraan Pemilu, yaitu: (1) mandiri; (2) jujur; (3) adil; (4) berkepastian hukum; (5) tertib; (6) terbuka; (7) proporsional; (8) profesional; (9) akuntabel; (10) efektif; dan (11) efisiensi.  C. Sanksi-sanksi dalam Pelanggaran Kode Etik Pemilu Sebelumnya perlu pula dipahami bahwa antara sanksi pelanggaran hukum dengan sanksi pelanggaran etika adalah berbeda, karena menurut American Speech Language Hearing Assocation (ASHA) sebagaimana dikutip Jimly Asshiddiqie dalam Erwinsyahbana (2015:14) bahwa dalam sistem sanksi etika, bentuk sanksi yang dapat diterapkan adalah:    Reprimand atau teguran;   Cencure atau pernyataan atau mosi tidak percaya yang dinyatakan secara terbuka dan dipublikasikan di media asosiasi untuk diketahui oleh sesama anggota dan masyarakat luas;   Revocation atau pencabutan status keanggotaan untuk waktu tertentu, yaitu selama 5 (lima) tahun atau dapat pula dijatuhkan untuk seumur hidup (sampai meninggal dunia);   Suspension atau penangguhan keanggotaan untuk sementara waktu;   Withholding atau sanksi penangguhan proses registrasi keanggotaan; dan   Cease and desist orders atau sebagai tambahan bentuk sanksi lain.  Sehubungan dengan bentuk sanksi yang disebutkan di atas, Jimly Asshiddiqie juga mengatakan bahwa fungsi sanksi etika lebih bersifat pencegahan, selain juga penindakan. Sanksi etika biasanya ditentukan berupa teguran atau peringatan yang bertingkat, mulai dari teguran lisan, teguran tertulis atau teguran ringan dan teguran keras. Bahkan kadang - kadang ditentukan pula bahwa teguran itu dapat dijatuhkan secara bertahap atau bertingkat, misalnya teguran pertama, teguran kedua dan teguran tingkat terakhir. Bentuk sanksi yang paling keras karena tingkat keseriusan atau beratnya pelanggaran etik yang dilakukan oleh seorang aparat atau pemegang jabatan publik (ambts-dragger), adalah sanksi pemberhentian atau pemecatan seseorang dari jabatan publik yang bersangkutan,tetapi khusus terhadap pelanggaran kode etik Pemilu, maka dalam Peraturan Kode Etik Pemilu, telah ditentukan bahwa sanksi pelanggaran Kode Etik Pemilu, terdiri dari:  teguran tertulis;  pemberhentian sementara; atau  pemberhentian tetap.  D. Penutup  Teori - teori tentang integritas, etika dan kepercayaan publik telak banyak berkembang seiring casuistik yang terjadi, dimana ilmu - ilmu ini dapat diterapkan. Integritas tidak hanya harus dimiliki oleh penyelenggara, melainkan peserta pemilu dan masyarakat pemilih juga harus memiliki integritas, hal ini menjadi kunci sukses pelaksanaan pemilu yang berkualitas.  Adanya fakta bahwa di berbagai daerah terdapat beberapa pengaduan kasus dugaan pelanggaran Kode Etik Pemilu yang berproses (diperiksa dan/ atau diputus)  oleh DKPP, menunjukan bahwa fungsi sanksi etika yang bersifat pencegahan belum berjalan optimal. Penyelenggara pemilu, peserta pemilu, masyarakat pemilih merupakan aktor - aktor utama dalam mengimplementasikan nilai-nilai integritas untuk itu sudah saatnya untuk menggoptimalkan perannya untuk mencapai pemilu yang berkualitas. Pustaka :  Erwinsyahbana, T. 2015. Pelanggaran Kode Etik dan Sanksi dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Makalah disampaikan pada Rapat Kerja Teknis Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Utara, Berastagi, Tanggal 6-8 November.                         *Opini telah terbit pada Koran Jawa Pos Radar Solo Halaman 5 Ruang Opini Oleh Pradika Harsanto, S.I.P., M.M.

Review Dapil Untuk Kepentingan “Apa” dan “Siapa”?

Daerah Pemilihan atau Dapil adalah kecamatan atau gabungan kecamatan atau bagian kecamatan yang dibentuk sebagai kesatuan wilayah/daerah berdasarkan jumlah penduduk. Dapil dibentuk untuk menentukan alokasi kursi, sebagai dasar pengajuan calon oleh pimpinan partai politik dan penetapan calon terpilih Anggota DPRD Kabupaten/Kota. Instrumen Daerah Pemilihan (Dapil) menjadi pembicaraan penting menjelang pelaksanaan pemilu. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan Dapil adalah arena para calon legislatif berebut suara atau berkontestasi. Sistem Dapil merupakan perwujudan dari representasi politik dan demokrasi perwakilan yang bertujuan agar rakyat dan wakil rakyat yang dipilihnya tetap memiliki hubungan dan komunikasi kepentingan meskipun Pemilu telah selesai. Melalui sistem Dapil, konstituen mengetahui siapa yang mewakili suara dan aspirasi mereka, serta kepada siapa mereka menuntut akuntabilitas. Begitu pula dengan wakil rakyat, mereka mengetahui siapa yang mereka wakili dan kepada siapa mereka mempertanggungjawabkan amanah kekuasaan yang diembannya. Dengan demikian, maka Pemilu bukan hanya ajang adu perebutan kekuasaan semata, namun lebih dari itu hasil jangka panjang dari penyelenggaraan Pemilu adalah tersampaikannya aspirasi dan suara rakyat menuju kemajuan pembangunan daerah, peningkatan kesejahteraan rakyat, stabilisasi dan kondusifitas pemerintahan yang merupakan perwujudan dari tegaknya Demokrasi yang sebenarnya. Karena pentingnya susunan Dapil itulah, maka perlu dilakukan review ulang terhadap susunan Dapil yang sudah ada. Lalu siapakah yang memiliki kewenangan dalam penyusunan Dapil Kabupaten? Menurut UU No.7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum dan PKPU No.16 Tahun 2017 Tentang Penataan Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi Anggota DPRD Kabupaten/ Kota dalam Pemilihan Umum, KPU selaku penyelenggara pemilu berwenang dalam menyusun dan menetapkan Daerah pemilihan Anggota DPRD Kabupaten/ Kota. Tujuh prinsip dalam Penyusunan Dapil tersebut, adalah kesetaraan nilai suara; ketaatan pada sistem Pemilu yang proporsional; proporsionalitas; integralitas wilayah; berada dalam satu wilayah yang sama; kohesivitas; dan kesinambungan. Prinsip kesetaraan nilai suara (one person, one vote, one value) yang merupakan perwujudan perwujudan prinsip persamaan kedudukan antar-warga negara dalam hukum dan pemerintahan. Dengan memastikan bahwa setiap dapil sudah mendapat alokasi kursi sesuai dengan jumlah penduduk yang berdomisili di wilayah tersebut. Hal ini untuk mencegah adanya dapil yang ”kurang terwakili” (under-represented) ataupun dapil yang ”terwakili secara berlebihan” (over-represented). Adanya bencana alam maupun kemajuan pembangunan memungkinkan berubahnya peta geografis suatu wilayah. Bukan hal mustahil apabila terdapat wilayah yang terputus atau malah menyatu atau bergabung dalam satu Dapil sebagai akibat bencana alam atau pembangunan. Pemenuhan prinsip Integralitas wilayah merupakan bentuk pelayanan KPU kepada seluruh peserta pemilu, yaitu agar peserta Pemilu mudah dalam melakukan kampanye dan pendekatan dengan penduduk. Selain itu, penyelenggara juga tidak mengalami kendala dalam pendistribusian logistik, melakukan sosialisasi, serta melakukan monitoring terhadap pelaksanaan tugas jajaran ad hoc tingkat bawah. Sehingga diharapkan penyelenggaran Pemilu berlangsung lancar tanpa kendala. Dalam wilayah yang luas dengan adat budaya yang beraneka ragam, maka sangat penting adanya pemenuhan prinsip kohesivitas. KPU perlu memastikan, apakah terdapat komunitas yang memiliki karakteristik dan kepentingan yang lebih kurang sama, dan/atau yang tinggal di suatu wilayah yang penduduknya memiliki persamaan dalam kemudahan/kesulitan transportasi dan komunikasi. Hal tersebut agar rakyat memiliki sebuah perasaan diwakili (representativeness) dan pasca Pemilu selesai para wakil rakyat terpilih di Dapil tersebut bisa membawa kemajuan bagi wilayah di Dapil tersebut. Agar bisa memenuhi 7 (tujuh) prinsip Dapil, maka dalam melaksanakan review dan penyusunan dapil, KPU perlu melakukan survey ke lapangan, memastikan peta geografis wilayah, melakukan pertemuan dengan masyarakat untuk mendapatkan saran pendapat dari masyarakat, melakukan konsultasi publik dengan semua pemangku kepentingan, serta melakukan uji publik. Kesimpulannya adalah review Dapil perlu dilakukan. Bukan karena Susunan Dapil pada Pemilu Yang Lalu Buruk, namun hal tersebut untuk memastikan kembali apakah susunan Dapil masih memenuhi 7 (tujuh) prinsip penyusunan Dapil ataukah perlu untuk dilakukan penataan ulang Adanya bencana alam, Pandemi, bahkan Kemajuan Pembangunan bisa menjadi faktor berubahnya peta geografis suatu wilayah, perubahan jumlah penduduk, atau karakter budaya kelompok masyarakat. Apabila masih memenuhi 7 (tujuh) prinsip penyusunan Dapil maka tentunya Dapil tidak perlu dirubah, namun apabila sudah tidak memenuhi maka Dapil perlu disusun kembali dengan tetap mengikut sertakan saran pendapat semua pihak. Dari penjelasan di atas, maka seharusnya pemilih maupun peserta tidak perlu merasa resah dengan adanya Review Penyusunan Dapil. Karena Review Penyusunan dapil dilakukan justru untuk kepentingan rakyat sebagai pemilih, bentuk pelayanan maksimal kepada rakyat yang menjadi peserta Pemilu, dan mempermudah rakyat yang bertugas sebagai penyelenggara Pemilu karena itulah dalam pelaksanaannya juga melibatkan semua pihak. Susunan Dapil nantinya akan berimplikasi pada tegaknya Demokrasi, Pembangunan Wilayah, Kesejahteraan Masyarakat, Kemajuan Daerah dan Kondusifitas Pemerintahan Pasca Pemilu selesai. (Opini ini sudah dimuat di Website KPU RI, dengan judul "Mengkaji Dapil Untuk Kepentingan Apa dan Siapa?")     Oleh : Wahyu Nurjanah, S. Kom Anggota KPU Kabupaten Wonogiri, Divisi Teknis Penyelenggara

PEMBENTUKAN BADAN AD HOC, MASALAH DAN UPAYA PENYELESAIANNYA

Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia beberapa waktu yang lalu menetapkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 21 Tahun 2022 terkait Penetapan Tanggal Pemungutan Suara Pada Pemilu Serentak Tahun 2024 yang menyatakan bahwa pemungutan suara pada Pemilu Serentak Tahun 2024 akan dilaksanakan pada Hari Rabu, 14 Februari 2024. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 pasal 167 ayat 6 menyebutkan bahwa tahapan penyelenggaraan Pemilu di mulai paling lambat 20 (dua puluh) bulan sebelum hari pemungutan suara, sehingga bila dihitung mundur maka tahapan Pemilu Serentak Tahun 2024 paling lambat dilaksanakan 14 Juni 2022. Hal tersebut dikuatkan dengan dikeluarkannya Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu 2024. Memasuki masa tahapan penyelenggaraan Pemilu 2024, salah satu hal pokok yang harus segera dibentuk adalah Badan Ad hoc. Badan Ad hoc merupakan sebuah badan yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk membantu pelaksanaan kerja-kerja KPU terkait Pemilu ataupun Pemilihan baik di tingkat kecamatan, Desa/Kelurahan maupun Tempat Pemungutan Suara (TPS). Badan Ad hoc sebagai garda terdepan dalam pelaksanaan gelaran Pemilu maupun Pemilihan mempunyai peran penting untuk mengawal kualitas demokrasi. Menilik kembali rekrutmen Badan Ad hoc  pada  Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Wonogiri Tahun 2020 yang lalu, ada beberapa tantangan yang harus dilalui oleh KPU Kabupaten Wonogiri. Pertama, belum terbangunnya animo masyarakat untuk berpartisipasi menjadi penyelenggara. Banyak masyarakat di daerah perkotaan usia produktif yang enggan untuk mendaftar sebagai penyelenggara Ad hoc, hal tersebut sebagian besar karena alasan kesibukan masyarakat sehingga kurang peduli dengan prosesi Pemilihan yang berjalan.  Kedua, terdapat wilayah yang memiliki keterbatasan SDM karena sebagaian besar masyarakatnya merantau untuk mencari pekerjaan di kota-kota lain, padahal di saat yang sama terdapat ketentuan harus dipenuhi jumlah pendaftar minimal dua kali kebutuhan. Ketiga, pada Pemilihan Serentak Tahun 2020 terdapat pembatasan usia maksimal 50 (lima puluh) tahun dan pembatasan periodisasi yang semakin mempersempit ruang gerak rekrutmen.  Keempat, persyaratan untuk tes Kesehatan dan rapid test untuk pencegahan penyebaran virus Covid-19 bagi Badan Ad hoc juga menjadi alasan yang sering terlontar terutama di tingkat KPPS, karena calon KPPS harus meluangkan waktu untuk antre cek kesehatan guna memenuhi persyaratan/ mendapatkan surat sehat dan bebas Covid 19. Kelima, dari sisi administrasi dan pengelolaan data, dengan melihat jumlah kebutuhan Ad hoc yang luar biasa banyak, tentunya perlu ketelitian, kecermatan, dan ketepatan waktu. Pengelolaan data dalam bentuk manual (hardcopy) selama ini membutuhkan waktu lama serta memakan tempat yang banyak dalam pengarsipannya. Terkait hal tersebut, perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : Pertama, KPU perlu melakukan tindakan preventif dengan melaksanakan pemetaan daerah yang memungkinkan sepi peminat sebagai langkah antisipasi sejak dini, juga perlu berkoordinasi dan bersinergi dengan pemangku wilayah baik di tingkat kecamatan maupun desa/kelurahan untuk mendorong masyarakatnya berpartisipasi aktif dengan mendaftarkan diri menjadi penyelenggara pemilu, terutama di tingkat kecamatan, desa/kelurahan maupun  Tempat Pemungutan Suara (TPS). Kedua, untuk daerah yang sepi pendaftar, KPU perlu membuat langkah dengan melaksanakan pendidikan pemilih berkelanjutan untuk masyarakat khususnya segmen pemilih pemula dan segmen perempuan. Di masa pre-election pelaksanaan Pemilu maupun Pemilihan, KPU bisa dengan melaksanakan Program “KPU Sambang Desa dan Seventeen Minutes’’ yakni kegiatan pendidikan pemilih untuk masyarakat Desa/Kelurahan dan siswa siswi yang sedang melakukan praktik kerja industri di KPU Wonogiri dengan tujuan untuk mendorong kesadaran masyarakat berpartisipasi aktif menjadi penyelenggara pada pelaksanaan Pemilu Tahun 2024. Ketiga, KPU perlu memfasilitasi dengan memberikan kemudahan pendaftaran bagi masyarakat melalui skema jemput bola dengan membentuk beberapa titik zonasi layanan tempat pendaftaran agar masyarakat lebih mudah melakukan pendaftaran bagi calon anggota PPK maupun PPS. Proses zonasi ini juga akan lebih efektif ketika pendaftaran dilaksanakan melalui online, tentunya dengan beberapa pertimbangan salah satunya adalah kemudahan akses internet. Keempat, khusus untuk KPPS, guna mempermudah mendapatkan surat keterangan sehat, KPU perlu berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah untuk memfasilitasi calon KPPS tersebut secara khusus.  Kelima, berkaitan dengan proses administrasi dan pengelolaan data, KPU perlu memanfaatkan teknologi dengan membangun sebuah aplikasi untuk mendukung serta mempermudah proses rekrutmen badan ad hoc. Pemanfaatan teknologi ini memiliki peran yang besar yaitu meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam proses rekrutmen Ad hoc. Senada dengan Revolusi Industri 4.0, pemanfaatan IPTEK yang bijak juga harus segera diterapkan dalam proses rekrutmen Badan Ad hoc. Misalnya mulai menggunakan pendaftaran berbasis website atau Google Form sehingga data yang terinput tertampung secara otomatis dan dikelola dalam single database yang akrual atau real time. Dengan monitoring secara real time maka bisa langsung diketahui daerah-daerah minim pendaftar dan dapat segera dilakukan pendekatan untuk menyelesaikan problem tersebut. Pendaftaran secara online juga mempermudah pengelolaan dokumen administrasi yang biasanya menumpuk dan susah dicari menjadi dapat mudah ditemukan dengan fitur sort yang tersedia. Pada prinsipnya diperlukan langkah-langkah inovatif untuk mendorong penyelenggaraan Pemilu yang inklusif, lancar tanpa kendala, serta semakin berkualitas untuk penegakan dan pembangunan budaya demokrasi. Semoga…(*) Augustina Puspa Dewi Anggota KPU Kabupaten Wonogiri  

MENJAWAB KEBUTUHAN MASYARAKAT MELALUI APLIKASI LINDUNGI HAKMU

  Pada era digitalisasi, aplikasi menjadi salah satu program unggulan dalam meringankan kerja-kerja disemua lini bidang. Baik bidang kesehatan dengan munculnya aplikasi peduli lindungi, bidang transportasi dan kuliner dengan munculnya aplikasi gojek, aplikasi grab dan lain-lain. Pada proses tahapan Pemilu/ Pemilihan yang membutuhkan pelibatan masyakarat pemilih juga telah di lengkapi dengan alat bantu aplikasi yang memudahkan masyarakat dalam melakukan akses informasi, salah satunya adalah tahapan pemutakhiran daftar pemilih berkelanjutan. Tahapan kegiatan yang dilaksanakan atas dasar Undang-Undang 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum  menyebut KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten / kota berkewajiban melakukan pemutakhiran dan memelihara data pemilih secara berkelanjutan dengan memperhatikan data kependudukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Kewajiban ini kemudian di jabarkan lebih lanjut melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 6 tahun 2021 pada pasal 1 angka 15 yang menyebutkan Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) adalah kegiatan untuk memperbaharui Data Pemilih berdasarkan Daftar Pemilih Tetap dari Pemilu atau Pemilihan terakhir dan telah disinkronisasikan dengan data kependudukan secara nasional. Aplikasi Peduli Hakmu Dalam Pelaksanaan PDPB Aplikasi Peduli Hakmu merupakan terobosan KPU guna mempermudah update data-data pemilih. Terhadap pemilih yang memenuhi syarat akan dimasukan kedalam DPT, pemilih yang tidak memenuhi syarat akan dicoret dari DPT, serta terhadap pemilih yang mengalami perubahan elemen data pemilih akan diubah data pemilih. Pemilih dapat  memberikan masukan secara langsung dari aplikasi lindungi hakmu. Mengisi form yang tersedia didalam aplikasi peduli hakmu, melengkapi persyaratan kelengkapan dokumen sebagai bukti kebenaran data yang pemilih ajukan. Aplikasi peduli hakmu bisa didownload melalui telepon seluler( handphone) di google playstrore. Ada 3 menu utama dalam aplikasi peduli hakmu ; Pertama, rekapitulasi data pemilih. Didalam fitur rekapitulasi data pemilih disajikan rekapitulasi DPT dari tingkat TPS, desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, sampai DPT tingkat nasional. Transparansi data rekapitulasi DPT ini tentunya memudahkan pemilih untuk mengetahui DPT diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Kedua, daftar jadi pemilih. Bagi pemilih yang sudah memenuhi persyaratan, yakni genap berumur 17 tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin, tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, berdomisili diwilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibuktikan dengan KPT-el, berdomisili diluar negeri yang dibuktikan dengan KTP-el dan/atau paspor/surat keterangan, dan tidak sedang menjadi anggota TNI/ Polri. Pemilih yang memenuhi syarat dapat langsung mendaftar sebagai pemilih yang kemudian akan tercantum pada DPT. Ketiga, lapor pemilih tidak memenuhi syarat. Kriteria pemilih yang tidak memenuhi syarat (TMS) ketika: meninggal dunia dengan bukti akta kematian yang dikeluarkan oleh dinas yang membidangi urusan di bidang administrasi kependudukan dan pencatatan sipil kabupaten/kota, surat keterangan kematian dari kepala desa/lurah atau nama lain, atau dokumen lain; Kedua, pemilih ganda; belum genap berumur 17 (tujuh belas) tahun dan belum kawin/menikah pada saat dilakukan pendataan PDPB; Pemilih pindah keluar dari suatu wilayah administrasi di tingkat kabupaten/kota; tidak dikenal; menjadi anggota TNI/Polri; sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap; bukan merupakan penduduk setempat; dan pemilih belum memiliki KTP-el/Surat Keterangan. Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan membutuhkan keterlibatan masyarakat. KPU Kabupaten/Kota sebagai ujung tombak pemutakhiran data pemilih berkelanjutan terkendala banyak hal dalam pelaksanaanya. Dengan adanya aplikasi lindungi hakmu, diharapkan pemilih mau ikut berperan aktif memberikan masukan terhadap KPU sehingga daftar pemilih bisa akurat,komprehensif dan mutakhir.     Dwi Prasetyo Anggota KPU Wonogiri Divisi Perencanaan Data dan Informasi

MENGURAI TATA KELOLA SARANA PRASARANA DAN MANAJEMEN PENGADAAN LOGISTIK

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Wonogiri dibentuk guna menyelenggarakan perwujudan dari proses demokrasi di Indonesia baik di tataran level nasional maupun lokal. Proses penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan serentak yang kompleks dan melibatkan banyak pihak. Hal ini mengharuskan personil KPU selalu bekerja dengan mengedepankan prinsip-prinsip profesionalitas, berintegritas, memahami tugas dan fungsi kelembagaan sesuai dengan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Bagian 3 Yang mengatur tugas, wewenang, dan kewajiban KPU Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. BMN dan Logistik Pemilu Selain sumber daya manusia yang mumpuni, salah satu faktor pendukung lain untuk mencapai suksesnya pelaksanaan Pemilu adalah adanya sarana, prasarana dan manajemen pengadaan/pengeloaan logistik yang baik. Terdapat dua jenis sarana dan prasarana pendukung yaitu berupa barang milik negara (BMN) dan logistik perlengkapan penyelenggaraan Pemilu. Barang milik negara berupa tanah, bangunan, kendaraan operasional, Laptop/computer, printer, scanner, perlengkapan audio video, dan sarana penunjang lainnya. Logistik penyelenggaraan Pemilu meliputi surat suara, kotak suara, bilik suara, alat pencoblos, tinta, formulir penghitungan, formulir rekapitukasi, perlengkapan di TPS dan alat peraga kampanye yang difasilitasi oleh anggaran negara. Penyiapan BMN tersebut harus dipetakan jauh-jauh hari sebelum memasuki Tahapan Pemilu Serentak 2024 yang Sesuai Surat Keputusan KPU RI No 21 Tahun 2022 tentang Hari dan tanggal pelaksanaan Pemilu serentak, Pemilu dilaksanakan pada Tanggal 14 Februari 2024. Apabila pelaksanaan tahapan dimulai maksimal 20 bulan sebelum hari pemungutan suara, maka awal tahapan dimulai pada 14 Juni 2022. Itu berarti pertengahan Bulan Juni ini direncanakan menjadi tonggak awal dimulainya tahapan Pemilu Serentak 2024, Tahapan Pemilu dan pemilihan serentak 2024 sudah didepan mata. Kendati demikian, hingga saat ini masih belum disahkan PKPU Tahapan Pemilu Serentak 2024. DPR, Pemerintah, dan Penyelenggara telah melaksanakan Rapat konsinyering pasca reses pada Tanggal 16 Mei 2022 untuk melanjutkan pembahasan anggaran dan rancangan PKPU tahapan, Program, dan Jadwal Pemilu 2024. Bukan persoalan mudah memang melaksanakan Pemilu serentak di masa pandemi. Dibutuhkan dukungan DPR dan Pemerintah terkait anggaran baik melalui APBD dan APBN serta payung hukum berupa penetapan PKPU Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilu 2024 sebagai langkah pembuka dimulainya perhelatan akbar Pemilu serentak 2024 sehingga KPU dapat segera tancap gas mempersiapkan pelaksanaan Pemilu Serentak 2024. Sembari menunggu, masing-masing Satker mulai mempersiapkan dan mengecek seluruh kesiapan baik sarana prasarana, SDM, dan merencanakan proses pengadaan logistik. Salah satu program prioritas tahunan bagian keuangan, umum dan logistik yang dapat dilakukan sembari menunggu PKPU Tahapan adalah kegiatan Apel Barang Milik Negara. Kegiatan ini bertujuan untuk menginventarisasi jumlah barang, mengecek kondisi barang, merawat dan menyelamatkan asset negara, serta updating data SIMAK secara riil. Apel barang milik negara dilakukakan rutin setiap semester atau setahun dua kali yang memungkinkan treatment masing-masing barang. Selain itu, faktor terpenting lainnya bagi keberhasilan Pemilu terletak pada penyiapan logistik/perlengkapan dengan tepat waktu, tepat jenis, tepat jumlah, dan tepat sasaran. Logistik Pemilu adalah sarana konversi suara yang wajib ada dalam setiap penyelenggaraan Pemilu. Tujuannya adalah membangun Pemilu yang berintegritas dan memiliki legitimasi kuat. Tepat sasaran artinya, tidak ada kesalahan kirim logistik, tepat kualitas artinya seluruh logistik Pemilu memiliki spesifikasi terstandar dan tidak kurang dari kebutuhan yang direncanakan sebelumnya. Peran sentral logistik Kebutuhan barang guna mencukupi kegiatan pemungutan dan penghitungan suara bertambah dilengkapi dengan Alat Pelindung Diri (APD). Proses pengelolaan logistik Pemilu juga dilakukan dengan protocol Covid 19. Tata kelola pendistribusian logistik Pemilu memiliki peran sentral dan strategis sebagai salah satu aspek yang menentukan keberhasilan penyelenggaraan Pemilu, dimana proses perencanaan, pengadaan, pendistribusian dan pengawasan yang merupakan satu kesatuan tata kelola logistik Pemilu yang sistematis pelaksanaannya. Saat ini, semua proses-proses tersebut sudah terdigitalisasi, hanya soal distribusi saja yang masih harus dilaksanakan dengan cara manual. Sehingga untuk mewujudkan pengelolaan logistik yang tepat guna dan tepat sasaran serta tepat jumlah dibutuhkan standar operating procedure dalam pengelolaan logistik Pemilu. Dengan demikian, setelah PKPU Tahapan, Program dan Jadwal Pemilu serentak ditetapkan segera disiapkan jadwal perencanaan pengadaan dengan menetukan jenis barang, spek, kapan dilaksanakan, logistik apa saja yg proses pengadaannya dikonsolidasikan tingkat Provinsi atau RI, dan bagaimana tatacara pengadaan, penunjukan langsung atau melalui e-catalog. Persiapan dan perencanaan sejak awal ini akan lebih memudahkan KPU untuk mengelola dan melaksanakan pemenuhan logistik Pemilu secara tepat waktu, tepat jumlah, sesuai spek, dan tepat sasaran. Semua proses ini akan berdampak posistif pada kesuksesan tahap-tahapan Pemilu selanjutnya demi mewujudkan penyelengaraan Pemilu Luber Jurdil dan penyelengaraan yang professional, berintegritas dan akuntable. Dengan memadukan elemen tata kelola sarana prasarana, managemen logistik dan kemampuan SDM guna merancang, melaksanakan dan mengevaluasi program, akan memberikan hasil yang menarik dalam melaksanakan tahapan-tahapan Pemilu 2024, bukankah begitu? Semoga. Toto Sihsetyo Adi Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Wonogiri